Melihat Sejarah Hak Asasi Manusia (HAM) dari masa ke masa Oleh Salman Mulyana

 

Sumber Photo Tulisan HAM : SySukabumi.com

Melihat Sejarah Hak Asasi Manusia (HAM) dari masa ke masa Oleh Salman Mulyana

Hak asasi manusia adalah hak-hak yang dimiliki manusia semata-mata karena ia manusia. Umat manusia memilikinya bukan karena diberikan kepadanya oleh masyarakat atau berdasarkan hukum positif, melainkan semata-mata berdasarkan martabatnya sebagai manusia.


Sejarah tentang HAM sesungguhnya dapat dikatakan hampir sama tuanya dengan keberadaan manusia di muka bumi. Mengapa dikatakan demikian, karena HAM memiliki sifat yang selalu melekat (inherent) pada diri setiap manusia, sehingga eksistensinya tidak dapat dipisahkan dari sejarah kehidupan umat manusia.

Berbagai upaya untuk mewujudkan HAM dalam kehidupan nyata sejak dahulu hingga saat sekarang ini tercermin dari perjuangan manusia dalam mempertahankan harkat dan martabatnya dari tindakan sewenang-wenang penguasa (tiran).


faktor-faktor seperti ras, jenis kelamin, agama maupun bahasa tidak dapat menegasikan eksistensi HAM pada diri manusia Meskipun beberapa pakar menyatakan dapat merunut konsep HAM yang sederhana sampai kepada filsafat Stoika di zaman kuno lewat yunisprudensi hukum kodrati (natural law) Grotius dan ius naturale dari Undang-undang Romawi, tampak jelas bahwa asal usul konsep HAM yang modern dapat dijumpai dalam revolusi Inggris, Amerika Serikat dan Prancis pada abad ke-17 dan ke-18.


pada abad ke-17 dan ke-18 Gagasan Locke mengenai hak-hak kodrati yang melandasi munculnya revolusi hak dalam revolusi yang meletup di Inggris, Amerika Serikat dan Prancis.

Sementara Magna Carta (1215) sering keliru dianggap sebagai cikal bakal kebebasan warga negara Inggris, piagam ini sesungguhnya hanyalah kompromi pembagian kekuasaan antara Raja John dan para bangsawannya, dan baru belakangan kata-kata dalam piagam ini sebenarnya baru dalam Bill of Rights (1689) muncul ketentuan-ketentuan untuk melindungi hak-hak atau kebebasan individu.

Photo Penulis : Salman Mulyana

Kemudian, tahun 1679 menghasilkan pernyataan Habeas Corpus, suatu dokumen keberadaban hukum bersejarah yang menetapkan bahwa orang yang ditahan harus dihadapkan dalam waktu tiga hari kepada seorang hakim dan diberitahu atas tuduhan apa ia ditahan.

pada tahun 1688 disahkan setelah Raja James II dipaksa turun takhta dan William II serta Mary II naik ke singgasana menyusul "Revolusi Gemilang" (Glorious Revolution).


Bill of Rights. yang menyatakan dirinya sebagai deklarasi undang-undang yang ada dan bukan merupakan undang-undang yang baru, menundukkan monarki di bawah kekuasaan parlemen, dengan menyatakan bahwa kekuasaan Raja untuk membekukan dan memberlakukan seperti yang diklaim raja adalah ilegal.


Perlu dicatat pula bahwa dengan adanya Bill of Rights timbul kebebasan untuk berbicara (speech) dan berdebat (debate), sekalipun hanya untuk anggota parlemen dan untuk digunakan di dalam gedung parlemen. Para pemimpin koloni-koloni Inggris di Amerika Utara yang memberontak pada paruh kedua abad ke-18 tidak melupakan pengalaman Revolusi Inggris dan berbagai upaya filosofis dan teoretis untuk membenarkan revolusi itu. Dalam upaya melepaskan koloni-koloni itu dari kekuasaan Inggris, menyusul ketidakpuasan akan tingginya pajak dan tiadanya wakil dalam Parlemen Inggris, para pendiri Amerika Serikat ini mencari pembenaran dalam teori kontrak sosial dan hak-hak kodrati dari Locke dan para filsuf Prancis.


Dalam Deklarasi Kemerdekaan Amerika (1776) yang disusun oleh Thomas Jefferson, gagasan-gagasan ini diungkapkan dengan kata-kata yang sangat jelas dan tepat. Deklarasi tersebut secara eksplisit mengakui kesetaraan manusia dan adanya hak-hak pada diri manusia yang tidak dapat dicabut (inalienable), yaitu hak untuk hidup, bebas dan mengejar kebahagiaan.

Pada tahun 1791 barulah Amerika Serikat mengadopsi Bill of Rights yang memuat daftar hak-hak individu yang dijaminnya.


Hal ini terjadi melalui sejumlah amandemen terhadap konstitusi. Di antara amandemen-amandemen yang terkenal adalah Amandemen Pertama yang melindungi kebebasan beragama, kebebasan pers, kebebasan menyatakan pendapat dan hak berserikat;

Amandemen Kelima yang menetapkan larangan memberatkan diri sendiri dan hak atas proses hukum yang benar. Deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat kemudian dijadikan model yang memengaruhi revolusi di Prancis dalam menentang rezim yang tiran. Revolusi ini menghasilkan Deklarası Hak-hak Manusia dan Warga Negara (Declaration of the Rights of Man and of the Citizen) (1789).


Deklarasi ini juga membedakan antara hak-hak yang dimiliki oleh manusia secara kodrati yang dibawa ke dalam masyarakat dan hak-hak yang diperoleh manusia sebagai warga negara. Beberapa hak yang disebutkan dalam Deklarasi, antara lain, yaitu :

1. hak atas kebebasan, hak milik,

2. hak atas keamanan,

3. hak untuk melawan penindasan.

Apa pun debat teoretis atau doktriner mengenai dasar-dasar revolusi Inggris, Amerika dan Prancis yang jelas masing-masing revolusi itu, dengan caranya sendiri-sendiri, telah membantu perkembangan bentuk-bentuk demokrasi liberal di mana hak-hak tertentu dianggap sebagai hal terpenting dalam melindungi individu terhadap kecenderungan ke arah otoriterisme yang melekat pada negara.


Hal penting mengenai hak-hak yang diproteksi itu adalah bahwa hak-hak ini bersifat individualistis dan membebaskan (libertarian): hak-hak ini didominasi dengan kata-kata "bebas dari" dan bukan "berhak atas".

Dalam bahasa modern, hak-hak ini akan disebut hak sipil dan politik, karena hak-hak ini terutama mengenai hubungan individu dengan organ-organ negara. Begitu besar kekuatan ide-ide revolusioner ini sehingga hanya sedikit konstitusi modern yang tidak menyatakan akan melindungi hak-hak individu ini.


Dalam perkembangannya, hak-hak yang dicirikan dengan kata-kata "berhak atas" kemudian dikenal sebagai hak-hak ekonomi, sosial dan budaya. Selanjutnya, dikenal pula apa yang disebut dengan hak-hak solidaritas (solidarity rights) yang muncul sebagai perkembangan terakhir menyangkut HAM.


Babak baru perkembangan HAM secara internasional terjadi setelah dunia mengalami kehancuran luar biasa akibat dari PD II. Terbentuknya Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) sebagai organisasi internasional pada tahun 1945 tidak dapat dipungkiri memiliki pengaruh yang sangat besar bagi perkembangan HAM di kemudian hari.


Hal itu, antara lain, ditandai dengan adanya pengakuan di dalam Piagam PBB (United Nations Charter) akan eksistensi HAM dan tujuan didirikannya PBB sendiri yaitu dalam rangka untuk mendorong penghormatan terhadap HAM secara internasional. Walaupun di dalam Piagam belum dirumuskan secara jelas apa yang dimaksud dengan HAM.


Tonggak sejarah pengaturan HAM yang bersifat internasional baru dihasilkan tepatnya setelah Majelis Umum PBB mengesahkan Deklarasi Universal HAM (Universal Declaration of Human Rights) pada tanggal 10 Desember 1948.


Deklarasi ini merupakan dokumen internasional pertama yang di dalamnya berisikan "katalog" HAM yang dibuat berdasarkan suatu kesepakatan internasional. Deklarasi tersebut tidak hanya memuat hak-hak asasi yang diperjuangkan oleh liberalisme dan sosialisme, melainkan juga mencerminkan pengalaman penindasan oleh rezim-rezim fasis dan nasionalis-nasionalis tahun dua puluh sampai empat puluhan.

Photo Penulis : Salman Mulyana
Sementara itu elit nasional bangsa-bangsa yang dijajah mempergunakan paham hak asasi, terutama "hak untuk menentukan dirinya sendiri", sebagai senjata ampuh dalam usaha untuk meligitimasikan perjuangan mereka untuk mencapai kemerdekaan.

Kemudian, pada tahun 1966 dihasilkan perjanjian internasional (treaty) yang di dalamnya terdapat mekanisme pengawasan dan perlindungan HAM, yaitu Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and Political Rights/ICCPR) serta Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights/ICESCR). Ketiganya dikenal dengan istilah "the International Bill of Human Rights".


Secara historis dapat dikatakan bahwa latar belakang dibuatnya mekanisme tersebut adalah akibat dari kekejaman-kekejaman di luar batas- batas perikemanusiaan yang terjadi selama PD II yang menimbulkan korban terhadap manusia dalam jumlah besar.


Oleh karena itu, diperlukan adanya suatu mekanisme internasional yang dapat melindungi HAM secara lebih efektif. Dengan tersedianya mekanisme tersebut diharapkan pelanggaran- pelanggaran terhadap HAM paling tidak dapat dicegah atau dikurangi.


Berdasarkan pemaparan sejarah HAM secara singkat seperti telah diuraikan di atas, terlihat bahwa pengertian HAM mengalami perubahan atau perkembangan dari waktu ke waktu. Pengertian HAM yang pada awalnya hanya dimaksudkan untuk melindungi individu dari kesewenang-wenangan negara -yang dalam hal ini diwakili oleh hak-hak sipil dan politik, kemudian beralih untuk mendorong kondisi sosial dan ekonomi yang kondusif bagi individu-yang dalam hal ini diwakili oleh hak-hak ekonomi sosial dan budaya. Berdasarkan hal tersebut kita dapat menyimpulkan bahwa HAM senantiasa berkembang dan bersifat dinamis.

 

Artikel ini ditulis oleh : Salman Mulyana yang bersumber dari bukunya Andrey Sujatmoko,S.H., M.H.

Baca Juga : Kedudukan Undang-Undang Dasar dalam Kehidupan Bernegara

Baca Juga : Apa saja Sumber-Sumber Hukum Tata Negara, ini penjelasannya !

Post a Comment

أحدثأقدم