Perlindungan terhadap orang yang menjadi korban perang

 

Photo penulis : Salman Mulyana

Perlindungan Terhadap Orang yang Menjadi Korban Perang - Ditulis Oleh : Salman Mulyana

Perlindungan dan pertolongan kepada orang yang menderita atau menjadi korban perang, baik mereka yang secara aktif turut serta dalam permusuhan (kombatan/combatant) atau mereka yang tidak turut serta dalam permusuhan (penduduk sipil/ civilian population) ini adalah tujuan utama daripada Hukum Humaniter Internasional.


Hukum humaniter internasional dikenal juga dengan Hukum Konflik Bersenjata atau Hukum Perang (ius in bello) berlaku dalam konflik bersenjata dan memiliki tujuan ganda yaitu :

  • mengatur perilaku permusuhan (conduct of hostilities)
  • melindungi korban konflik bersenjata. 


Namun demikian, hukum ini tidak menjawab pertanyaan apakah suatu perang sah atau tidak (ius ad bellum). Keabsahan suatu perang merupakan porsi dari Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Hukum humaniter internasional berlaku pada semua jenis konflik bersenjata,baik internasional atau non-internasional, baik yang sah maupun yang tidak, dan harus dihormati oleh semua pihak dalam suatu konflik. 

Salah satu bagian terpenting hukum humaniter internasional, terutama mengenai perilaku permusuhan, dijabarkan dalam konferensi perdamaian internasional tahun 1899 dan 1907 di Den Haag (Hukum Den Haag).


Para peserta mengadopsi sejumlah deklarasi dan perjanjian yang dimaksudkan untuk menetapkan pembatasan sarana dan metode berperang, antara lain Konvensi Den Haag 1899 dan 1907 mengenai Hukum dan Kebiasaan Perang di Darat, berbagai perjanjian mengenai perilaku perang di laut tahun 1907 dan deklarasi larangan penggunaan gas beracun dan peluru "dum dum" tahun 1899. 

Ketentuan-ketentuan mengenai perlindungan korban konflik bersenjata (Hukum Jenewa) termuat dalam empat Konvensi Jenewa 1949 yang melindungi antara lain: 

  1. anggota angkatan bersenjata yang sakit dan terluka di darat (Konvensi Pertama)
  2. anggota angkatan bersenjata yang luka, sakit dan korban karam di laut (Konvensi Kedua)
  3. tawanan perang (Konvensi Ketiga)
  4. orang sipil di waktu perang (Konvensi Keempat)

Konvensi Jenewa 1949 telah dilengkapi dua Protokol Tambahan 1977 mengenai perlindungan korban konflik bersenjata internasional dan perlindungan korban konflik bersenjata non-internasional. 


Baca Juga :


Pada tahun 2005, Protokol Tambahan ketiga mengenai pengadopsian sebuah lambang tambahan diadopsi. Dengan diadopsinya dua Protokol Tambahan 1977, yang telah memperbarui aturan tentang perilaku permusuhan, perbedaan tegas antara "Hukum Den Haag" dan "Hukum Jenewa" sudah tidak relevan lagi. 


Selain itu, ada ranah lain dalam hukum internasional, dikenal dengan hukum kebiasaan internasional, yang berlaku tidak hanya pada konflik bersenjata internasional sebagaimana tujuan awal pengembangannya, tetapi juga pada konflik bersenjata non-internasional. 


Walaupun hukum humaniter internasional ditujukan terutama untuk Negara-negara dan pihak-pihak dalam suatu konflik (misalnya, kelompok bersenjata), banyak ketentuan yang harus juga dihormati oleh individu. Negara berkewajiban menghormati norma-norma, menindak semua. pelanggaran, dan menuntut sendiri para pelaku pelanggaran berat, khususnya kejahatan perang, atau mengekstradisi para pelaku tersebut. 


Jika suatu Negara tidak mau atau tidak mampu menjalankan pengadilan sebagaimana mestinya, tanggung jawab itu beralih ke Mahkamah Pidana Internasional (ICC) di Den Haag. Selain itu, komunitas internasional telah membentuk pengadilan internasional ad hoc untuk mengadili kejahatan yang dilakukan dalam konteks konflik tertentu (misalnya Pengadilan Pidana Internasional untuk Bekas Yugoslavia dan untuk Rwanda). 

Para pihak dalam suatu konflik harus menghormati Hukum Humaniter Internasional dalam segala keadaan dan tanpa memandang perilaku musuh. Negara Peserta tidak dapat mengelak kewajibannya dengan argumen bahwa Pihak lain gagal menegakkan hukum humaniter internasional. 


Dengan demikian, Negara Peserta yang dituduh melakukan pelanggaran tidak dapat membenarkan tindakannya atas pertimbangan bahwa Pihak lain melakukan pelanggaran yang sama. Klausul penundaan yang umumnya berlaku dalam hukum perjanjian internasional tidak berlaku di sini. Selain itu, Negara-negara tetap terikat oleh Konvensi meskipun musuh belum mengesahkan Konvensi tersebut.

 

SUMBER : Hukum Humaniter Internasional, ICRC

 

Post a Comment

أحدثأقدم